Tumpang Kota Persinggahan Para Pendaki Semeru


Sewa Jeep

Mobil yang kami kendarai perlahan memasuki kota kecil bernama Tumpang. Waktu masih menunjukkan jam 10 pagi, namun kesibukan sudah tampak di sana-sini. Suasana di tepi jalan utama, di sebrang Pasar Tumpang tampak ramai sekali. Pemandangan khas yang selalu mewarnai hari-hari masyarakat kota ini adalah gerombolan muda-mudi dengan ransel besar di punggungnya. Sesekali tampak orang dewasa atau anak kecil menyertainya. Merekalah para pendaki gunung yang akan menuju Gunung Semeru. Para pencari arti. Para pecinta keheningan. Para pejuang di ketinggian yang entah untuk apa rela menghabiskan waktu, tenaga,dan uang untuk merayapi jalur-jalur di gunung yang terjal.

Gunung Semeru, salah satu magnet utama para pendaki gunung di Indonesia.Tanah tertinggi di Pulau Jawa itu mampu menyedot perhatian pendaki gunung termasuk saya dan suami. Semua seakan sejalan sepemikiran. Walau tidak ada janji temu atau pun jalinan pertemanan. Semua berkumpul di kota ini untuk memulai perjalanan menggapai tantangan di ketinggian 3676 meter di atas permukaan laut.

Menunggu Jeep sambil Belajar

Kami dihantar  oleh Yaya, teman sehobby, sesama pemanjat tebing sewaktu ia tinggal di Batam 15 tahun lalu. Sambil bekerja ia juga kerap mengantar para turis atau wisatawan yang datang ke Malang. karena teringat begitu saja, saya pun menghubunginya untuk mengantarkan kami dari Malang ke Tumpang. Syukur Alhamdulillah ia bersedia mengantar. Mungkin karena rasa nggak enak ia tidak memasang tarif. Ia bilang ongkos sewa mobil seikhlasnya, terserah saya. Haduuuh gak bisa begitu, teman ya teman kerja ya kerja. Setelah berdiskusi dengan suami saya sepakat untuk memberinya uang sejumlah tertentu. Mudah-mudahan memang pantas segitu ya Yaya :D

Yaya lalu menurunkan kami di depan sebuah kedai bakery di amping Alfamart. Aroma khas bakery langsung menuntun saya dan Chila untuk mendekat. Setelah melihat-lihat kami membeli beberapa potong. Lumayan untuk mengganjal perut. Sedangkan suami membeli beberapa keperluan untuk Chila ke Alfamart, setelah itu ia berkeliling untuk melakukan penjajakan mengenai biaya sewa jeep. 

Belanja logistik dulu

Tingginya harga sewa jeep membuat para pendaki harus pintar-pintar menyiasati. Salah satunya dengan mencari kawan seperjalanan. Semakin banyak maka semakin murah biaya sewanya. Semakin sedikit jumlah orang maka semakin mahal harga yang harus dibayar. Tarif normal sewa jeep berkisar 1,2 hingga 1,8 juta rupiah.

Alhamdulillah ada rombongan dari Bekasi yang jadwal mendakinya sama dengan kami yakni tanggal 28 Mei. Dan ketika ditawari opsi mengunjungi Gunung Bromo terlebih dahulu mereka langsung setuju. Syukurlah ini berarti ongkos sewa jeep akan lebih ringan karena dibagi 10 orang. Setelah sepakat antara rombongan Bekasi, suami saya, dan supir jeep, maka kami sepakati menyewa  satu juta empat ratus ribu rupiah untuk Gunung Bromo hingga ke Desa Ranupani. Tiap orang berarti hanya membayar 140 ribu rupiah. Ini harga yang lumayan murah untuk dua gunung sekaligus.

Pemeriksaan Kesehatan

Sekitar jam 1 siang kami dihantar terlebih dahulu oleh sebuah angkot lokal. Kabarnya ada razia polisi di arah menuju Ponco Kusumo, jalan menuju Semeru Bromo. Maka para sopir jeep yang takut tertangkap polisi menitipkan kami ke mobil angkutan tersebut.

Memasuki Kawasan TNBTS

Sebelum berangkat kami terlebih dahulu mampir ke sebuah klinik di Tumpang untuk meminta surat keterangan kesehatan bagi rombongan pendaki dari Bekasi. Peraturan  mendaki Gunung Semeru memang harus menyertakan surat kesehatan dari dokter. Untung saja saya sekeluarga sudah mempersiapkannya semenjak di Batam.

Jeep yang kami naiki

Di klinik tersebut saya dan suami sekalian menumpang untuk sholat dzuhur dengan dijamak dengan ashar. Perkiraan kami sampai di penginapan di Gunung Bromo sekitar maghrib jadi lebih baik antisipasi. 

Sekitar jam 2 siang kami dihantar oleh Angkot menuju Rest Area di Gubuk Klakah Ponco Kusumo. Di sana mobil jeep warna hijau yang akan kami tumpangi sudah menunggu.

Di sekitar rest area banyak petugas DLLAJ yang sedang berjaga di pos. Saya fikir mereka sedang merazia tapi ternyata bukan. 

Sejenak kami beristirahat. Pemandangan di sekitar rest area sangat memanjakan mata. Sementara udara dingin perlahan mulai merasuki kulit. Sensasi yang kerap saya rindukan setiap kali berada di Batam yang berudara panas. Pemandangan ke arah puncak Semeru samar terlihat karena tertutup kabut. Membuat hati berharap-harap cemas tentang perjalanan ke depan. Semoga si hijau ini berjalan tanpa kendala apa pun.



3 komentar :

  1. Arrkkk dulu sering ke tumpang waktu kuliah di mlg..addemmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah keren deh masa lalunya bisa sering jalan-jalan ke daerah ketinggian gini :D

      Hapus
  2. Hey I am so glad I found your website, I really found
    you by mistake, while I was browsing on Digg for something else, Anyways I am here now and would just like to say kudos for a remarkable post and a all round entertaining blog (I also
    love the theme/design), I don't have time to go through it all at the minute
    but I have bookmarked it and also added in your RSS feeds, so when I have time I will
    be back to read a lot more, Please do keep up the
    great job.

    BalasHapus

Halaman ini dimoderasi untuk mengurangi spam yang masuk. Terima kasih sudah meninggalkan komen di sini.

Made with by Lina W. Sasmita